Gakkum Kehutanan Segel Tambang Galian C Ilegal dan Amankan 4 Unit Ekskavator di KHDPK Bojonegoro
Bojonegoro, 13 Mei 2025. Tim Operasi Gabungan Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan bersama dengan Satuan Brigade Mobil (Sat-Brimob) Polda Jawa Timur menghentikan pertambangan ilegal berupa Galian C di 2 (dua) lokasi yang berada pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) - Perhutanan Sosial KTH Bendo Rejo dan KTH Margotani Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur pada hari Jumat (9/5/2025) dan Sabtu (10/5/2025).
Pelaksanaan operasi ini berawal dari adanya laporan masyarakat mengenai keresahan akan dampak dari kerusakan hutan yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat sekitar. Selain menyegel dan memasang papan larangan pada kedua areal pertambangan, tim operasi gabungan juga mengamankan 2 orang yaitu operator alat berat sdr IH dan pengawas lapangan sdr RP beserta 2 unit ekskavator pada lokasi tambang I dan 2 unit ekskavator pada lokasi tambang II yang seluruhnya telah diamankan sebagai barang bukti.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Ditjen Gakkum Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu menuturkan kasus pertambangan ilegal saat ini tengah dalam penyelidikan penyidik Gakkum Kehutanan dan terus berkomitmen untuk mengembangkan kasus ini guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dan tidak menutup kemungkinan akan menjerat para pelaku dengan pasal pidana berlapis yaitu pidana kehutanan dan pidana tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal ini dilakukan agar memberikan efek jera terutama kepada penerima manfaat utama dari kegiatan ilegal ini.
Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho, menambahkan, hal ini merupakan bentuk konsistensi dan komitmen Kementerian Kehutanan dalam menindak para perusak hutan dan penerima manfaat ekonomi dari kejahatan kehutanan, termasuk kejahatan tambang ilegal. Menurut Dwi Januanto Nugroho, pelaku kejahatan tambang ilegal seperti ini tidak boleh dibiarkan mendapatkan keuntungan dan memperkaya diri atas penderitaan dan keselamatan masyarakat, kerugian negara, serta kerusakan hutan.
Para pelaku terancam dijerat Pasal 89 Jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 Jo. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.