Jakarta, 27 April 2020. Karena pandemi Covid-19, Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, 22 – 23 April 2020, menyidangkan kasus kayu ilegal dengan terdakwa BA dan AR, melalui videokonferensi, di PN Samarinda. Terdakwa BA dan AR mengikuti persidangan melalui videokonferensi dari Rutan Kelas Iia Samarinda. Petugas Polhut/SPORC dari Ditjen Gakkum sebagai saksi juga mengikuti persidangan secara online dari Kantor Ditjen Gakkum, di Jakarta. Kedua tersangka ditangkap di Samarinda November 2019.

“Penggunaan videokonferensi menjadi terobosan dalam penegakan hukum. Kami mengapresiasi upaya Majelis Hakum Pengadilan Negeri Samarinda tetap menjalankan sidang di tengah pandemi Covid-19 melalui videokonferensi,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Gakkum, di Jakarta, 27 April 2020.

Sidang pekan ini merupakan sidang serupa yang keempat kalinya dan sidang-sidang sebelumnya karena pandemi Covid-19 juga diselenggarakan melalui videokonferensi. PN Samarinda sebelumnya telah menyidangkan dua perkara dengan terdakwa GY (pemilik CV MM) dan BG (pemilik CV BM77) dan saat ini kedua terdakwa masih menunggu vonis hakim.

Sidang-sidang videokonferensi itu hasil dari tindak lanjut Operasi Penegakan Hukum oleh Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan atas peredaran hasil hutan ilegal di Provinsi Kalimantan Timur bulan November 2019. Tim operasi menggerebek 6 gudang tempat penampungan terdaftar kayu olahan (TPT-KO) yang menampung ribuan kubik kayu ulin dan meranti ilegal, hasil penebangan ilegal di Kabupaten Kutai Barat. Kayu-kayu itu setelah diolah kemudian dikirim ke Surabaya, Makassar dan Bali.

Penyidik Balai Gakkum Wilayah Kalimantan kemudian menetapkan 6 direktur/pemilik TPT-KO yaitu BG (pemilik CV BM77), AR (direktur UD FQ), BA (kuasa direktur UD HK), AH (direktur CV SER), GY (pemilik CV MM), dan CV AK sebagai tersangka korporasi.

Penyidik Balai Gakkum juga menyita barang bukti berupa kayu olahan jenis ulin dan meranti dalam bentuk pacakan dan gergajian sebanyak 1.300 m3 dan 7 truk colt Fuso, 5 peralatan pengolahan kayu (bandsaw). Seluruh barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Samarinda untuk kebutuhan persidangan.

Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 12 Huruf e, k dan l, Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Pasal 87 Ayat 1 Huruf a dan Ayat 4 Huruf a, dan/atau pasal 19 Huruf f dan g, Jo. Pasal 94 Ayat 2 Huruf d, Pasal 95 Ayat 2 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

###